Dua Pemuda Penggagas Slogan "Pray For Indonesia"
Dok. Timlo.Net/niar
Adalah Arthur Garincha Arsono dan Indria Ratu Patimasang, kedua pemuda tersebut merupakan pengagas munculnya slogan tersebut. Arthur adalah mahasiswa transfer semester III Ilmu Komunikasi FISIP UNS dan aktif dalam komunitas breakdance. Sedangkan Ratu adalah seorang Public Relation (PR) di sebuah perusahaan balon udara di Bali.
“Awalnya, kami hanya membuat desain kaos dengan sloganya karena semata-mata hobi kami yang suka mendesain. Ternyata lama-kelamaan slogan tersebut kami rasa bermakna, maka kami mulai mengumpulkan teman-teman untuk membuat sebuah gerakan,” ungkap Arthur ketika diwawancara di kampus FISIP UNS, Senin (1/11).
Kemudian fanspage di situs jejaring sosial Facebook pun mulai dibuat. Saat awal-awal pembentukannya, baru ada sekitar 600-an anggota. Sejak adanya kejadian alam tsunami di Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi, anggota meningkat drastis menjadi 18 ribuan.
Ada pula akun di Twitter yang mengatasnamakan Pray for Indonesia. Namun ia mengaku bukan admin yang membuat. Banyak pihak juga yang kemudian menggunakan nama tersebut. Menanggapi tentang pengklaiman nama ini, Arthur mengaku tidak mengambil pusing. “Asalkan memiliki niat baik, saya rasa hal itu tidak masalah. Karena kami memang fokus untuk bersosial saja,” ujarnya. Ia mengatakan bahwa mulanya bersama Ratu hanya mensosialisasikan dengan teman-teman saja dan tidak menyangka bisa menggaung sampai ke berbagai penjuru. Untuk anggota yang aktif sendiri, saat ini baru dari teman-teman yang sering bertemu di kampus. Bagi siapa saja yang ingin turut berpartisipasi pun dapat bergabung kapan saja dan tidak ada persyaratan yang harus dipenuhi. Apabila ingin menjadi fans di Facebook dapat dengan cara searching nama Pray for Indonesia yang berada di baris paling atas.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pray for Indonesia ternyata tidak melulu berkaitan dengan bencana. Peringatan Hari Sumpah Pemuda lalu, sebuah aksi damai dilakukan di Boulevard Kampus UNS. Selain itu, keprihatinan akan banyaknya tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa serta kemiskinan yang terjadi di Indonesia semakin mendorong mereka untuk berkarya. Untuk penggalangan dana baru dimulai ketika ada bencana banjir bandang di Wasior, Papua. Dengan cara mengumpulkan keuntungan penjualan kaos dan sumbangan dari warga kampus dengan membuka posko. Selain itu, mereka juga turun ke jalan-jalan sekitar kampus untuk menggerakkan para pengguna jalan untuk berpartisipasi mengumpulkan dana. Dana yang sudah terkumpul mereka salurkan terlebih dahulu ke lembaga sosial atau media.
Mengenai logo yang selama ini beredar yaitu Burung Garuda dan pita hitam, Arthur mengaku tidak tahu menahu karena logo yang selama ini ia buat adalah siluet orang sedang berdoa. Hanya saja, logo yang kini lebih dikenal masyarakat lebih tenar dan tersebar di mana-mana. “Sebenarnya saya ingin mengetahui siapa creatornya karena ia secara tidak langsung telah turut peduli dengan Pray for Indonesia. Yang saya maksud peduli di sini bukan pada komunitas ini melainkan pada orang-orang yang yang ingin kita kasihi bersama,” paparnya.
Sejak mencuatnya nama Pray for Indonesia, mereka pun mulai dicari berbagai stasiun televisi swasta untuk diwawancara mengenai visi dan misi mereka. Keinginan untuk menjadikan sebuah yayasan resmi pun juga diungkapkannya namun ia menyatakan tidak terlalu fokus pada hal tersebut mengingat statusnya yang kini masih mahasiswa. “Tentunya sulit untuk mewujudkan hal tersebut. Namun yang terpenting, tujuan kami berkegiatan sosial dan beramal saat ini dapat tercapai terlebih dahulu,” ungkapnya.
Nama Pray for Indonesia ternyata memiliki makna yang mendalam. Arthur menuturkan, saat sesuatu menimpa sesama kita, hal pertama yang paling bisa dan paling sederhana kita lakukan adalah berdoa. Ungkapan lewat doa dapat dikirimkan kepada siapa saja tanpa mengenal waktu. “Apabila ada teman kita yang sakit, yang bisa kita lakukan pertama kalinya tentunya mendoakan dia. Sedangkan untuk bantuan berupa materi atau yang lainya pasti membutuhkan proses,” tandasnya.
source: http://pendidikan.timlo.net/
0 komentar:
Post a Comment